Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘info’ Category

Judul diatas pastinya sudah tidak asing lagi di telinga kita karena mengingatkan pada iklan di TV yang berasal dari KeMenBudPar tentang pariwisata Republik Indonesia. Benar-benar bersyukur Indonesia mempunyai wilayah yang sangat indah dari segi pemandangan alamnya, ditambah lagi orang-orangnya yang begitu ramah sampai-sampai turis austria yang sedang berkunjung membuat catatan yang indah mengenai negeri ini (baca di goodnewsfromindonesia). Bukan cuma itu saja, baca di forum internet ada cerita mengenai pengalaman tentang dia(orang indonesia) yang sedang berlibur ke Thailand lalu tidak sengaja bertemu dengan turis asing (baca: bule). Timbulah sedikit percakapan ringan dimana kemudian si bule bertanya: “kamu berasal darimana?”. Dijawablah: “dari indonesia”, terus si bule diam sambil heran kemudian menimpalinya dengan jawaban: “aneh, untuk apa kamu berada disini(di thailand)?padahal negerimu jauh lebih bagus klo untuk berlibur”. Masih ada satu lagi cerita tentang suami istri yang berasal dari belanda dan inggris. Cerita ini gw dapat dari koran waktu di surabaya. Pasangan muda ini travelling berdua untuk mengisi liburan kemudian berkunjung ke indonesia, klo tidak salah mereka baru dari bali lalu nyebrang ke jawa timur. Nah pas di banyuwangi mereka malah memutuskan untuk stay lebih lama dikarenakan pemandangan pantainya yang sangat indah dan kalo tidak salah berdekatan dengan daerah cagar alam di wilayah situ. Gw aja sampai tidak tau itu di daerah sebelah mananya di banyuwangi.

Cerita diatas adalah sekedar cuplikan sekilas mengenai negeri indonesia tercinta ini dengan panoramanya yang begitu memukau dan terkenal hingga keseluruh dunia 🙂 so menurut gw tagline “kenali negerimu cintai negerimu” adalah sangat pas untuk menyentil anak-anak indonesia supaya menyelami lebih dalam wilayah-wilayah yang terdapat di indonesia. Sayangnya,hmmmm….terkadang orang awam dari negara-negara nan jauh di dari indonesia malah tidak mengenali indonesia dan bisa jadi malah lebih familiar dengan nama bali (an exoctic island which it only a small part of indonesia) 😦 Gw sendiri sampai usia sekarang ini cuma mengunjungi beberapa wilayah kecil dari indonesia, P.Jawa, itupun belum sampai ke ujung barat ditambah lagi belum pernah mengunjungi daerah-daerah yang terpencil di tengah jawa(bukan jawa tengah ya) sampai ke nusa kambangan saja belum. Gw belum pernah ke karimun jawa,ke blok cepu,bagian selatan jawa timur dan jawa barat except pameungpeuk. Keluar P. Jawa cuma ke bali dan madura(klo ini disebut luar pulau ga yah?????).  Masih banyak wilayah indonesia yang belum dikunjungi dan gw sangat exited banget buat datengin tempat-tempat lain salah satunya seperti Belitung, Sumatra Barat, Sulawesi selatan,tengah,utara, P. Sebatik bahkan perbatasan dengan Timor Leste.hehehe.

Seharusnya dengan pernah mengunjungi suatu daerah dan memahai kearifan lokal, kita bisa lebih tau mengenai keadaan masyarakatnya,kehidupannya dll yang pasti sangat berbeda sekali dibandingkan kisah kehidupan perkotaan seperti yang ada di sinetron busuk. Gw ga mau seumur hidup bernasib seperti kakek nenek gw yang ketika masa mudanya mengalami masa-masa pelik penjajahan sehingga tidak bisa berkeliling dengan mudah selain dulu teknologinya dan transportasinya juga belum memadai. Eh pas dimasa tuanya giliran fisiknya yang sudah tidak mendukung sehingga lebih banyak berdiam dirumah. Gw bersyukur sebagai generasi muda negeri ini bisa merasakan kemerdekaan jika dibandingkan dengan generasi kakek-nenek. Teknologi dan transportasi begitu mendukung untuk travelling baik itu domestik maupun mancanegara.

Aaaaah…..betapa indahnya dunia ini seandainya gw bisa mendapatkan kesempatan untuk itu, berkeliling. Bukan untuk belanja dan foya-foya. Tapi untuk membuat pikiran lebih relax dan mendapatkan kesempatan untuk mengenal orang-orang yang mempunyai pengalaman hidup unik. Pengen aja merasakan dan mendengarkan cerita orang-orang yang tinggal diperbatasan  indonesia dengan negara lain. Tinggal dirumah dengan kawan sebuah kotak Televisi ternyata tidak menjamin kita mendapatkan berita yang up2date dan berimbang. Tau sendiri media cetak maupun elektonik tidak selamanya bisa berimbang karena bergantung juga sapa pemodalnya. Lucu dan konyol aja gtu klo misalnya kita berteriak GANYANG XXX, SERANG XXX dsb tapi kita tidak mengetahui keadaan masyarakat disana dimana terkadang mereka sering melakukan transaksi ekonomi dengan warga dari negara lain dan lebih untung lagi, dapat siaran TV luar negeri dan bahkan lebih dianggap sebagai warga negara oleh mereka.

OK cukup ga perlu bahas lebih lanjut, anyway cita-cita anak-anak indonesia menurut gw selain profesi dimasa depan seharusnya adalah “AKU INGIN BERKELILING INDONESIA UNTUK MENGENALI DAN LEBIH MENCINTAI NEGERIKU”. Gw memang belum pernah keluar negeri tapi tiap kali gw ingat tagline Trully Asia atau Genuine Hospitality or tagline lain-lain miliki negara lain. Gw cuma bergumam “yah klo itumah indonesia juga punya, lebih bagus lagi”.

Read Full Post »

Barusan dengan kata-katany Prisa si cewek gitaris itu di iklan MTV Switch “posisikan komputermu kedalam keadaan hibernate pada saat tidak digunakan,hal ini mengurangi konsumsi listrik komputer agar mencegah global warming”. Memang ga sepersis itu sih kata-katany tapi kok gw merasa aneh ya?ibaratnya hal seperti itu tuh masih ecek-ecek lah sumbangsihnya keglobal warming. Global warming memang buka isu doank,ini memang terjadi tapi kok kesan-kesannya melebih-lebihkan ya?tau ga sih “artis-artis” yang ngomong itu klo sebenarnya dampak dari produksi perangkat komputer itulah justru yang sangat berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan. Coba bayangkan di dalam komputer sendiri sudah banyak bahan-bahan berbahaya yang merugikan kesehatan,belum lagi selama proses produksinya yang tentunya membutuhkan segala macem sumber daya dan juga energi yang tidak sedikit. Belum lagi “sumbangsih” asappabrik yang pekat itu,belum lagi masalah kendaraan bermotor,belum lagi penebangan hutan secara liar. So banyak banget faktor yang tidak dibicarakan di masalah global warming ini.

Semua orang dah pada tau klo apa yg gw tulis di baris terakhir diatas itu mempunyai efek merusak lingkungan yang luar biasa sekalai. Tapi kenapa ga malah yang dijadika “tips” yang ecek-eceknya,yang efeknya ga seberapa dibandingkan yang lebih besar?bahkan negara adidaya ada yang menolak protokol kyoto tentang  exploitasi SDA. Kenapa bisa seperti itu?atas nama pertumbuhan ekonomi  atau atas nama keserakan ekonomi? Kita lihat di negara kita saja yang baru saja masuk record guinness book of record sebagai negara yang tercepat menghabiskan hutan. Diapain neh??dimakan??liat bagaimana mudahnya membuat keputusan pengalih fungsian hutan lindung menjadi dermaga kapal,truz apalagi,enath buanyaaaaak. Kaimantan apalagi,daerah subur untuk “mandi” duit.

Cukup masalah diatas,gw udah muak. Sekarang ke masalah MTV Switch dan hubungannya dengan gw. Kenapa?ya karena gw termasuk orang pengguna aktif komputer,meskipun gw ga doyan hibernate :hehe: ya maklum vista gw error ga bisa hibernate. Tapi gw ma klo uda beres yang dimatiin(di shutdown) gw “sabar” kok nunggu boot upnya vista yang setahun itu(bikin linux di hati gw makin bertambah aja). So menurut gw,itu mungkin artis-artis kali yang doyan ga matiin laptop padahal ga lagi ngapa-ngapain. Tau ga sih mereka dengan power saver?ngertinya bikin sensasi dan gosip. Apalagi sekarang banyak lah yang udah punya komputer dengan seri terbaru dengan fitur speed stepping down,jadi selama ga ada load ataupun beban kerja yang  ringan maka konsumsi listriknya juga akan turun. Terutama di processor. Belum lagi di wifi card(klo laptop),layar lcd yang otomatis blank atupun menjadi redup,belum lagi memperlambat putaran harddisk. Banyak macemnya “penurunan” konsumsi listrik ini. Apalagi buat blogger kayak gw yang banyaknya untuk mengetik dan ngbrows internet. So pasti lebih sedikit konsumsi listriknya.

Ga ga menyalahkan MTV Switch ato pun si cantik Prisa itu,Cuma gw pengen aja si prisa itu tau klo apa yang dia katakan itu ga cukup,harus lebih jelas dan lengkap. Misal dengan mensetup komputernya agar otomatis off pada saat tertentu dsb,ataupun turun kecepatan clocknya pada saat beban kerjanya sedikit. Klo dihibernate doank ma sama aja matiin. Alias ga bisa dipake ngetik dll,padahal kan klo untuk ngetik dsb nya bisa dilakukan dengan clock yang lebih kecil,yang hemat listrik juga.

Laptop gw pke processor AMD Turion X2 64,produk AMD dari dulu dikenal dengan komsumsi listriknya yang tinngi,juga panas. Niy gw kasi liat sek komsumsi spek tegangannya berapa:(copas dari wikipedia.org)

untitled-picture1

untitled-picture (lebih…)

Read Full Post »

Prof Nagano Staf pengajar Nihon University memberikan kuliah intensive
course dalam bidang Asian Agriculturedi IDEC Hiroshima University. Beliau
sering menjadi konsultan pertanian di Negara2 Asia termasuk Indonesia.
Ada beberapa hal yang menggelitik yang beliau utarakan sewaktu membahas
tentang Indonesia:

1.Orang Indonesia suka rapat dan membentuk panitia macam2.
Setiap ada kegiatan selalu di rapatkan dulu, tentunya dengan konsumsinya
sekalian. Setelah rapat perlu dibentuk panitia kemudian diskusi berulang
kali, saling kritik, dan merasa idenya yang paling benar dan akhirnya
pelaksanaan tertunda2 padahal tujuannya program tersebut sebetulnya baik.

2. Budaya Jam Karet.
Selain dari beliau saya sudah beberapa kali bertemu dengan orang asing
yang pernah ke Indonesia. Ketika saya tanya kebudayaan apa yang menurut anda terkenal dari Indonesia dengan spontan mereka jawab jam Karet! Saya
tertawa tapi sebetulnya malu dalam hati. Sudah sebegitu parahkah disiplin kita.

3. Kalau bisa dikerjakan besok kenapa tidak (?)
Kalau orang lain berprinsip kalau bisa dikerjakan sekarang kenapa ditunda
besok? Saya pernah malu juga oleh tudingan Sensei saya sendiri tentang
orang Indonesia. Beliau mengatakan, Orang Indonesia mempunyai budaya
menunda-nunda pekerjaan.

4. Umumnya tidak mau turun ke Lapangan.
Beliau mencontohkan ketika dia mau memberikan pelatihan kepada para
petani, pendampingnya dari direktorat pertanian datang dengan safari lengkap
padahal beliau sudah datang dengan “work wear” beserta sepatu boot.
Pejabat tersebut hanya memberikan petunjuk tanpa bisa turun ke lapang, kenapa?
Karena mereka datangnya pakai safari dan ada yang berdasi. Begitulah
beliau menggambarkan orang Indonesia yang hebat sekali dalam bicara dan
memberikan instruksi tapi jarang yang mau turun langsung ke lapangan.

semoga hal diatas bisa membuat kita lebih mengerti tentang “keberagaman” orang indonesia…maju terus indonesia ku…

sumber:kaskus

Read Full Post »

Jakarta: In Need of Improvements
Andre Vitchek
Worldpress.org contr ibuting editor
July 26, 2007

Photobucket

Today, high-rises dot the skyline, hundreds of thousands of vehicles belch fumes on congested traffic arteries and super-malls have become the cultural centers of gravity in Jakarta, the fourth largest city in the world. In between towering super-structures, humble kampongs house the majority of the city dwellers, who often have no access to basic sanitation, running water or waste management.

While almost all major capitals in the Southeast Asian region are investing heavily in public transportation, parks, playgrounds, sidewalks and cultural institutions like museums, concert halls and convention centers, Jakarta remains brutally and determinately ‘pro-market’ profit-driven and openly indifferent to the plight of a majority of its citizens who are poor.

Most Jakartans have never left Indonesia, so they cannot compare their capital with Kuala Lumpur or Singapore; with Hanoi or Bangkok . Comparative statistics and reports hardly make it into the local media. Despite the fact that the Indonesian capital is for many foreign visitors a ‘hell on earth,’ the local media describes Jakarta as “modern,” “cosmopolitan, ” and “a sprawling metropolis.”

Newcomers are often puzzled by Jakarta’s lack of public amenities. Bangkok, not exactly known as a user-friendly city, still has several beautiful parks. Even cash-strapped Port Moresby, capital of Papua New Guinea, boasts wide promenades, playgrounds, long stretches of beach and sea walks. Singapore and Kuala Lumpur compete with each other in building wide sidewalks, green areas as well as cultural establishments. Manila, another city without a glowing reputation for its public amenities, has succeeded in constructing an impressive sea promenade dotted with countless cafes and entertainment venues while preserving its World Heritage Site at In tramuros. Hanoi repaved its wide sidewalks and turned a park around Huan-Kiem Lake into an open-air sculpture museum.

But in Jakarta, there is a fee for everything. Many green spaces have been converted to golf courses for the exclusive use of the rich. The approximately one square kilometer of Monas seems to be the only real public area in a city of more than 10 million. Despite being a maritime city, Jakarta has been separated from the sea, with the only focal point being Ancol, with a tiny, mostly decrepit walkway along the dirty beach dotted with private businesses.

Even to take a walk in Ancol, a family of four has to spend approximately $4.50 (40,000 Indonesian Rupiahs) in entrance fees, something unthinkable anywhere else in the world. The few tiny public parks which survived privatization are in desperate condition and mostly unsafe to use.

There are no sidewalks in the entire city, if one applies international standards to the word “sidewalk.” Almost anywhere in the world (with the striking exception of some cities in the United State, like Houston and Los Angeles) the cities themselves belong to pedestrians. Cars are increasingly discouraged from travelling in the city centres. Wide sidewalks are understood to be the most ecological, healthy and efficient forms of short-distance public transportation in areas with high concentrations of people.

In Jakarta, there are hardly any benches for people to sit and relax, and no free drinking water fountains or public toilets. It is these small, but important, ‘details’ that are symbols of urban life anywhere else in the world.

Most world cities, including those in the region, want to be visited and remembered for their culture. Singapore is managing to change its ‘shop-till-you- drop’ image to that of the centre of Southeast Asian arts. The monumental Esplanade Theatre has reshaped the skyline, offering first-rate international concerts in classical music, opera, ballet, and also featuring performances from some of the leading contemporary artists from the region. Many performances are subsidized and are either free or cheap, relative to the high incomes in the city-state.

Kuala Lumpur spent $100 million on its philharmonic concert hall, which is located right under the Petronas Towers , among the tallest buildings in the world. This impressive and prestigious concert hall hosts local orches tr a companies as well top international performers. The city is currently spending further millions to refurbish its museums and galleries, from the National Museum to the National Art Gallery .

Hanoi is proud of its culture and arts, which are promoted as its major at tr action millions of visitors flock into the city to visit countless galleries stocked with canvases, which can be easily described as some of the best in Southeast Asia. Its beautifully restored Opera House regularly offers Western and Asian music treats.

Bangkok’s colossal temples and palaces coexist with ex tr emely cosmopolitan fare international theater and film festivals, countless performances, jazz clubs with local and foreign artists on the bill, as well as authentic culinary delights from all corners of the world. When it comes to music, live performances and nightlife, there is no city in Southeast Asia as vibrant as Manila .

Now back to Jakarta. Those who have ever visited the city’s ‘public libraries’ or National Archives building will know the difference. No wonder; in Indonesia education, culture and arts are not considered to be ‘profitable’ (with the exception of pop music), and are therefore made absolutely irrelevant. The country spends the third lowest amount in the world on education (according to The Economist, only1.2 percent of its GDP) after Equatorial Guinea and Ecuador (there the situation is now rapidly improving with the new progressive government).

Museums in Jakarta are in appalling condition, offering absolutely no important international exhibitions. They look like they fell on the city from a different era and no wonder the Dutch built almost all of them. Not only are their collections poorly kept, but they lack elements of modernity there are no elegant cafes, museum shops, bookstores or even public archives. It appears that the individuals running them are without vision and creativity. However, even if they did have inspired ideas, there would be no funding to carry them out.

It seems that Jakarta has no city planners, only private developers that have no respect for the majority of its inhabitants who are poor (the great majority, no matter what the understated and manipulated government statistics say). The city abandoned itself to the private sector, which now controls almost everything, from residential housing to what were once public areas.

While Singapore decades ago, and Kuala Lumpur recently, managed to fully eradicate poor, unsanitary and depressing kampongs from their urban areas, Jakarta is unable or unwilling to offer its citizens subsidized, affordable housing equipped with running water, electricity, a sewage system, wastewater tr eatment facilities, playgrounds, parks, sidewalks and a mass public transportation system.

Rich Singapore aside, Kuala Lumpur with only 2 million inhabitants boasts one metroline (Putra Line), one monorail, several efficient Star LRT lines, suburban tr ain links and high-speed rail system connecting the city with its new capital Putrajaya. The “Rapid” system counts on hundreds of modern, clean and air-conditioned buses. Transit is subsidized; a bus ticket on “Rapid” costs only $.60 (2 Malaysian Ringgits) for unlimited day use on the same line. Heavily discounted daily and monthly passes are also available.

Bangkok contracted German firm Siemens to build two long “Sky Train” lines and one me tr o line. It is also utilizing its river and channels as both public transportation and as a tourist attraction. Despite this enormous progress, the Bangkok city administration claims that it is building an additional 50 miles (80 kilometers) of tracks for these systems in order to convince citizens to leave their cars at home and use public transportation. Polluting pre-historic buses are being banned from Hanoi, Singapore , Kuala Lumpur and gradually from Bangkok. Jakarta, thanks to corruption and phlegmatic officials, is in its own league even in this field.

Mercer Human Resource Consulting, in its reports covering quality of life, places Jakarta repeatedly on the level of poor African and South Asian cities, below metropolises like Nairobi and Medellin .

Considering that it is in the league with some of the poorest capitals of the world, Jakarta is not cheap. According to the Mercer Human Resource Consulting 2006 Survey, Jakarta ranked as the 48th most expensive city in the world for expatriate employees, well above Berlin (72nd), Melbourne (74th) and Washington D.C. (83rd). And if it is expensive for expa tr iates, how is it for local people with a GDP per capita below $1,000?

Curiously, Jakartans are silent. They have become inured to appalling air quality just as they have gotten used to the sight of children begging, even selling themselves at the major intersections; to entire communities living under elevated highways and in slums on the shores of canals turned into toxic waste dumps; to the hours-long commutes; to floods and rats.

But if there is to be any hope, the truth has to eventually be told, and the sooner the better. Only a realistic and brutal diagnosis can lead to treatment and a cure. As painful as the truth can be, it is always better than self-deceptions and lies. Jakarta has fallen decades behind capitals in the neighbouring countries in aesthetics, housing, urban planning, standard of living, quality of life, health, education, culture, transportation, food quality and hygiene. It has to swallow its pride and learn from Kuala Lumpur, Singapore, Brisbane and even in some instance

Comparative statistics have to be transparent and widely available. Citizens have to learn how to ask questions again, and how to demand answers and accountability. Only if they understand to what depths their city has sunk can there be any hope of change. “We have to watch out,” said a concerned Malaysian filmmaker during New Year’s Eve celebrations in Kuala Lumpur. “Malaysia suddenly has too many problems. If we are not careful, Kuala Lumpur could end up in 20 or 30 years like Jakarta!”

Could this statement be reversed? Can Jakarta find the strength and solidarity to mobilize in time catch up with Kuala Lumpur? Can decency overcome greed? Can corruption be eradicated and replaced by creativity? Can private villas shrink in size and green spaces, public housing, playgrounds, libraries, schools and hospitals expand?

An outsider like me can observe, tell the story and ask questions. Only the people of Jakarta can offer the answers and solutions.

Photobucket

SEKARANG MARI KITA BACA DENGAN BAHASA INDONESIA 😉

Pada saat ini, gedung pencakar langit, jalanan macet dipadati oleh ratusan ribu kendaraan, dan mal-mal raksasa telah menjadi pusat kebudayaan Jakarta , yang notabene merupakan kota terbesar ke-4 di dunia. Terjepit diantara gedung tinggi, terhampar perkampungan dimana bermukim sebagian besar penduduk Jakarta yang tidak memiliki akses sanitasi dasar, air bersih atau pengelolaan limbah.

Disaat hampir semua kota-kota utama lain di Asia Tenggara menginvestasikan dana besar-besaran untuk tr ansportasi publik, taman kota, taman bermain, trotoar besar, dan lembaga kebudayaan seperti museum, gedung konser, dan pusat pameran, Jakarta tumbuh secara BRUTAL dengan berpihak hanya pada PEMILIK MODAL dan TIDAK PEDULI akan nasib mayoritas penduduknya yang MISKIN.

Kebanyakan penduduk Jakarta belum pernah pergi ke luar negeri, sehingga mereka tidak dapat membandingkan kota Jakarta dengan Kuala Lumpur atau Singapura, Hanoi atau Bangkok . Liputan dan statistik pembanding juga jarang ditampilkan oleh media massa setempat. Meskipun bagi para wisatawan asing Jakarta merupakan NERAKA DUNIA, media massa setempat menggambarkan Jakarta sebagai kota “modern”, “kosmopolitan” , dan “metropolis” .

Photobucket

Para pendatang/wisatawan seringkali terheran-heran dengan kondisi Jakarta yang tidak memiliki taman rekreasi publik. Bangkok, yang tidak dikenal sebagai kota yang ramah publik, masih memiliki beberapa taman yang menawan. Bahkan, Port Moresby, ibukota Papua Nugini, yang miskin, terkenal akan taman bermain yang besar, pantai dan jalan setapak di pinggir laut yang indah.

Di Jakarta kita perlu biaya untuk segala sesuatu. Banyak lahan hijau diubah menjadi lapangan golf demi kepentingan orang kaya. Kawasan Monas seluas kurang lebih 1 km persegi bisa jadi merupakan satu-satunya kawasan publik di kota berpenduduk lebih dari 10 juta ini. Meskipun menyandang predikat kota maritim, Jakarta telah terpisah dari laut dengan Ancol menjadi satu-satunya lokasi rekreasi yang sebenarnya hanya berupa pantai kotor.

Bahkan kalau mau jalan-jalan ke Ancol, satu keluarga dengan 4 orang anggota keluarga harus mengeluarkan uang Rp 40.000 untuk tiket masuk, satu hal yang tak masuk akal di belahan lain dunia. Beberapa taman publik kecil kondisinya menyedihkan dan tidak aman.

Sama sekali tidak ditemui tempat pejalan kaki di seluruh penjuru kota (tempat pejalan kaki yang dimaksud adalah sesuai dengan standar “internasional” ). Nyaris seluruh kota-kota di dunia (kecuali beberapa kota di AS, seperti Houston dan LA) ramah terhadap pejalan kaki. Mobil seringkali tidak diperkenankan berkeliaran di pusat kota . Trotoar yang lebar merupakan sarana tr ansportasi publik jarak pendek yang paling efisien, sehat, dan ramah lingkungan di daerah yang padat penduduk.

Di Jakarta, nyaris tidak dijumpai bangku untuk duduk dan rileks, tidak ada keran air minum gratis atau toilet umum. Ini memang remeh, tapi sangat penting, merupakan suatu detil yang menjadi simbol kehidupan perkotaan di bagian lain dunia.

Sebagian besar kota-kota dunia, ingin dikunjungi dan dikenang akan kebudayaannya. Singapura sedang berupaya mengubah ci tr a kota belanjanya menjadi jantung kesenian Asia Tenggara. Esplanade Thea tr e yang monumental telah mengubah wajah kota Singapura, dimana ia menawarkan konser musik klasik, balet, dan opera internasional kelas satu, disamping pertunjukan artis kontemporer kawasan. Banyak pertunjukan yang disubsidi dan seringkali gratis atau murah, bila dibandingkan dengan pendapatan warga kota yang relatif tinggi.

Kuala Lumpur menghabiskan $100 juta untuk membangun balai konser philharmonic yang terletak persis dibawah Pe tr onas Tower , salah satu gedung tertinggi di dunia. Balai konser prestisius dan impresif ini mempertunjukkan grup orkes tr a lokal dan internasional. Kuala Lumpur juga sedang menginvestasikan beberapa juta dolar untuk memugar museum dan galeri, dari Museum Nasional hingga Galeri Seni Nasional.

Hanoi bangga akan budaya dan seninya, yang dipromosikan guna menarik jutaan turis untuk mengunjungi galeri-galeri lukisan yang tak terhitung jumlahnya, dimana lukisan tersebut merupakan salah satu yang terbaik di Asia Tenggara. Gedung Operanya yang dipugar secara reguler mempertunjukkan pagelaran musik Asia dan Barat.

Candi-candi dan istana kolosal di Bangkok eksis berdampingan dengan teater dan festival film internasional, klub jazz yang tak terhitung jumlahnya, dan juga pilihan kuliner otentik dari segala penjuru dunia. Kalau bicara musik dan kehidupan malam, tak ada kota di Asia Tenggara yang semeriah Manila .

Nah, sekarang balik ke Jakarta . Siapapun yang bernah berkunjung ke “perpustakaan umum” atau gedung Arsip Nasional pasti tahu bedanya. Tak heran, dalam pendidikan Indonesia, budaya dan seni tidak dianggap “menguntungkan” (kecuali musik pop), sehingga menjadi tidak relevan. Indonesia merupakan negara dengan ANGGARAN PENDIDIKAN TERENDAH nomor 3 di dunia – Masya Alloh! (pent.) – (menurut The Economist, hanya 1,2% dari PDB) setelah Guyana Khatulistiwa dan Ekuador (di kedua negara tersebut keadaan sekarang berkembang cepat berkat pemerintahan baru yang progresif)

Museum di Jakarta berada dalam kondisi memprihatinkan, sama sekali tidak menawarkan eksibisi internasional. Museum tersebut terlihat seperti berasal dari zaman baheula dan tak heran kalau Belanda yang membangun kesemuanya. Tidak hanya koleksinya yang tak terawat, tapi juga ketiadaan unsur-unsur modern seperti kafe, toko cinderamata, toko buku atau perpustakaan publik. Kelihatannya manajemen museum tidak punya visi atau kreativitas. Bahkan, meskipun mereka punya visi atau kreativitas, pasti akan terkendala dengan ketiadaan dana.

Sepertinya Jakarta tidak punya perencana kota, hanya ada pengembang swasta yang tidak punya respek atau kepedulian akan mayoritas penduduk yang miskin (mayoritas besar, tak peduli apa yang dikatakan oleh data statistik yang seringkali DIMANIPULIR pemerintah). Kota Jakarta praktis menyerahkan dirinya ke sektor swasta, yang kini nyaris mengendalikan semua hal, mulai dari perumahan hingga ke area publik.

Sedangkan beberapa dekade yang lalu di Singapura, dan baru-baru ini di Kualalumpur, mereka berhasil menghilangkan total perkampungan kumuh dari wilayah kota, namun Jakarta tidak mampu atau tidak mau memberikan warganya perumahan bersubsidi dengan harga terjangkau yang dilengkapi dengan air ledeng, lis tr ik, sistem pembuangan limbah, taman bermain, tr otoar dan sistem transportasi massal.

Selain Singapura, Kualalumpur dengan berpenduduk hanya 2 juta jiwa memiliki satu jalur Me tr o (Pu tr a Line), satu monorail, beberapa jalur LRT Star yang efisien, dan jaringan keretaapi kecepatan tinggi yang menghubungkan kota dengan ibu kota baru Pu tr ajaya. Sistem “RApid” memiliki ratusan bus modern, bersih, dan ber-AC. Tarifnya disubsidi, tiket bus Rapid hanya sekitar 2 Ringgit (kuranglebih Rp 4600) untuk penggunaan tak terbatas sepanjang hari di jalur yang sama. Tiket abonemen bulanan dan harian yang sangat murah juga tersedia.

Bangkok menunjuk kon tr aktor Siemens dari Jerman untuk membangun 2 jalur panjang “Sky Train” dan satu jalur me tr o. Bangkok juga memanfaatkan sungai dan kanal sebagai tr ansportasi publik dan objek wisata. Pemerintahan kota Bangkok juga mengklaim bahwa mereka sedang membangun jalur tambahan sepanjang 80 km untuk sistem tersebut guna meyakinkan penduduk untuk meninggalkan mobil mereka di rumah dan memanfaatkan tr ansportasi umum. Bus-bus kuno yang berpolusi sudah sepenuhnya dilarang beroperasi di Hanoi , Singapura, Kualalumpur, dan Bangkok. Jakarta ? Berkat korupsi dan pejabat pemerintahan yang tak kompeten, Jakarta tenggelam dalam kondisi yang berkebalikan dengan kota-kota tersebut.

Mercer Human Resource Consulting, dalam laporannya tentang kualitas hidup, menempatkan Jakarta di posisi setara dengan kota-kota miskin di Afrika dan Asia Selatan, bahkan dibawah kota Nairobi dan Medellin

Walaupun Jakarta menjadi salah satu ibukota terburuk di dunia, hidup disana tidaklah murah.Menurut Survey Mercer Human Resource Consulting tahun 2006, Jakarta menduduki peringkat 48 kota termahal di dunia untuk ekspa tr iat, jauh diatas Berlin (peringkat 72), Melbourne (74) dan Washington DC (83). Nah, kalau untuk ekspa tr iat saja mahal, apalagi buat penduduk lokal yang pendapatan perkapita DIBAWAH $1000??

Anehnya, orang Jakarta diam seribu bahasa. Mereka pasrah akan kualitas udara yang jelek, terbiasa dengan pemandangan pengemis di perempatan jalan, dengan kampung kumuh di bawah jalan layang dan di pinggir sungai yang kotor dan penuh limbah beracun, dengan kemacetan berjam-jam, dengan banjir dan tikus.

Kalau saja ada sedikit harapan, kebenaran pasti akan terucap, dan semakin cepat semakin baik. Hanya diagnosis kejam dan realistis yang bisa mengarah pada obat. Betapapun pahitnya kebenaran, tetap saja lebih baik ketimbang dusta dan penipuan. Jakarta telah tertinggal jauh dibelakang ibukota lain negara tetangga dalam hal estetika, pemukiman, kebudayaan, tr ansportasi, dan kualitas dan higiene makanan. Sekarang Jakarta telah kehilangan kebanggaan dan mesti belajar dari Kualalumpur, Singapura, Brisbane, dan bahkan dalam beberapa hal dari tetangganya yang lebih miskin seperti Port Moresby, Manila, dan Hanoi.

Data statistik harus tr ansparan dan tersedia luas. Warga harus belajar bertanya dan bagaimana untuk memperoleh jawaban dan akuntabilitas. Hanya kalau mereka memahami seberapa dalamnya kota mereka telah terperosok, maka barulah ada harapan. “Kita harus berhati-hati” kata produser film Malaysia dalam perayaan tahun baru di Kualalumpur. ” Malaysia punya banyak masalah. Kalau kita tidak hati-hati, dalam 20-30 tahun Kualalumpur akan bernasib sama seperti Jakarta !”

Dapatkah pernyataan ini dibalik? Mampukah Jakarta menemukan kekuatan dan solidaritas untuk mobilisasi sehingga dapat menyaingi Kualalumpur? Mampukah kecukupan mengatasi keserakahan? Dapatkah korupsi diberantas dan diganti dengan kreatifitas? Akankah ukuran vila pribadi mengecil, dan kawasan hijau, perumahan publik, taman bermain, perpustakaan, sekolah dan rumah sakit berkembang pesat?

Orang luar seperti saya hanya dapat mengamati, bercerita, dan bertanya. Dan hanya masyarakat Jakarta yang punya jawaban dan solusinya

Read Full Post »

Tips belanja Online

Tips Aman Belanja Online

Ini Tips dari Komisi perdagangan Amerika (FTC) yang telah di publikasikan bagi konsumen yang berbelanja online :

– Carilah kebijakan privacy situs tersebut. Perusahaan tersebut harus memberitahukan konsumen informasi apa yang dikumpulkan, bagaimana menggunakannya dan apakah akan menjual atau memberikan informasi tersebut kepada yang lain.

– Simpanlah informasi pribadi anda. Hanya diberikan bila anda tahu siapa yang mengumpulkannya, mengapa dan bagaimana akan digunakan.

– Rahasiakan password anda.

– Bayarlah dengan credit card. Jika anda tidak mendapatkan barangnya, jangan bayar tagihan credit card tersebut.

– Periksalah kebijakan pengiriman dan pengembalian perusahaan tersebut.

– Yakinkan bahwa transaksi pada situs tersebut aman (secure) sebelum anda melakukan pembelian

Better Bussiness Bureaus (www.bbb.org) adalah organisasi non profit yang melayani kepentingan masyarakat dengan mempromosikan praktek bisnis yang etis dalam perdagangan. Mereka menerbitkan tips bagi belanja online :

– Jika anda melakukan surfing di internet, anda mungkin akan merasa akrab dengan istilah toko digital (digital stores) dan mall online (online malls). Ribuan konsumen sekarang menggunakan kemudahan untuk berbelanja di rumah sendiri melalui komputer. Anda dapat membeli apa saja, baju, komputer, CD, anda tinggal menyebutkan !! Mall yang penuh sesak, antrian panjang dan susah mendapatkan parkir akan menjadi kenangan. Kelihatannya hebat? Memang ya !!

Biro usaha yang lebih baik (BBB) bersama – sama dengan Komisi Perdagangan Federal (FTC), memberikan tips berikut ini untuk memastikan bahwa pengalaman belanja online anda akan memuaskan.

– Jika anda tertarik untuk mencoba pedagang yang baru, yang mana anda tidak kenal, tanyalah pedagang tersebut lokasi fisiknya (Alamat dan No. Telepon) sehingga anda bisa memeriksa reabilitasnya pada organisasi luar seperti BBB atau yayasan perlindungan konsumen lainnya.

– Periksalah kebijaksanaan perusahaan terhadap pengembalian uang dan barang sebelum anda melakukan barang.

– Jangan pernah memberikan password anda. Ketika membuat password, hindarkan penggunaan nomor yang sudah ada seperti nomor rumah anda, tanggal lahir atau No. Telepon atau No. KTP. Jika situs tersebut meminta anda membuat suatu rekening dengan password, jangan gunakan password yang sama untuk rekening atau situs yang lain.

– Berhati – hatilah bila diminta memberikan informasi pribadi, seperti No. KTP atau No. Rekening bank pribadi anda utk melakukan transaksi. Informasi pribadi jarang diperlukan dan seharusnya anda mawas diri.

– Periksa perusahaan tersebut dengan Biro Usaha yang lebih baik di kota anda. Untuk No.Telepon atau alamat dari BBB terdekat anda, kunjungi situs BBB pada http://www.bbb.org. Kantor BBB di Boston dan kota New York menyediakan laporan realibitas bisnis secara online.

– Berikan perhatian pada “Alamat” dari situs – Uniform Resource Locator (URL) nya. URL tsb memastikan anda berhubungan dengan perusahaan yang sebenarnya. Merupakan kebiasaan yang baik untuk mencetak order anda dan nomor konfirmasinya ke printer sebagai catatan anda.

– Ketahuilah hak – hak anda. Hukum yang melindungi anda bila anda berbelanja menggunakan telepon atau mail order juga akan melindungi anda bila berbelanja di Internet. Menurut peraturan tersebut, perusahaan harus mengirimkan order anda dalam waktu yang sama dengan waktu yang tertera di iklan. Jika tidak ada waktu yang dijanjikan, perusahaan harus mengirimkan order anda dalam waktu 30 hari setelah menerimanya atau memberikan anda suatu ‘pemberitahuan pilihan’

– Jika anda memutuskan untuk membayar menggunakan kartu kredit atau kartu debet, transaksi anda akan dilindungi oleh Fair Credit Billing Act (Hukum Penagihan Kredit yang fair), jika anda tidak merasa nyaman untuk memberikan No. Kartu Kredit atau Kartu Debet secara online. Kirimlah nomor tersebut melalui telepon atau fax perusahaan tersebut.

– Untuk mendapatkan nasehat tambahan atau tips lainnya agar dapat melakukan pembelian yang bijaksana online maupun offline, kunjungi situs BBB (www.bbb.org) & situs FTC (www.ftv.gov).

sumber:internet

Read Full Post »

seorang teman mengirimkan catatan seperti tertulis di bawah ini:

Saya tidak tahu berapa sebenarnya anda membayar saat mengisi bensin………tetapi di sini, di
durban, harga bahan bakar juga mahal. Saya telah bekerja di bidang bahan bakar/bensin
selama 31 tahun, sehingga saya bisa memberikan beberapa cara agar uang anda menjadi lebih
berharga untuk setiap liter bahan bakar yang anda beli.
Di marian hill pipeline tempat saya bekerja di durban, dalam waktu 24 jam kami
memompakan/menyalurkan kurang lebih 4 juta liter.

Satu hari solar, hari berikutnya bahan bakar pesawat jet dan bensin, lrp dan unleaded.
Kami di sini mempunyai tanki penyimpanan sebanyak 34 dengan kapasitas seluruhnya
16.800.000 liter.

Belilah bahan bakar atau isilah mobil atau motor anda dengan
bahan bakar pada waktu hari masih pagi ketika temperatur tanah
masih dingin. Ingat bahwa semua spbu mempunyai tanki penyimpanan di bawah tanah.
Semakin dingin tanahnya maka semakin padat/kental bahan bakarnya. Jika temperatur mulai
panas/hangat, maka bahan bakarnya akan mengembang. Jadi jika membeli bahan bakar pada
siang hari atau petang hari……..sebenarnya bahan bakar yang diisikan ke dalam tanki
kendaraan anda jelas lebih sedikit dibanding jumlah liter yang anda beli.

Dalam business perminyakan, gravity yang spesifik dan temperatur bensin, diesel dan bahan
bakar pesawat jet, ethanol dan produk minyak lainnya punya peranan penting. Kenaikan 1
derajat merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam business ini. Tetapi spbu tidak
memberikan ganti rugi/kompensasi karena temperatur.

Salah satu yang paling penting adalah isi bahan bakar saat tanki
kendaraan anda masih setengah penuh.
Alasannya adalah semakin banyak bahan bakar yang ada di tanki kendaraan, maka semakin
sedikit udara yang ada di bagian tanki yang kosong. Bensin menguap lebih cepat dari pada
yang bisa kita bayangkan. Tanki penyimpanan bensin mempunyai apa yang kita sebut atap
yang mengapung yang berfungsi sebagai clearance zero antara bensin dan atmosfer sehingga
penguapannya bisa dikurangi. Tidak seperti spbu, tempat saya bekerja di sini setiap truck
yang kami muati ada ganti rugi/kompensasi karena temperatur, sehingga setiap liter yang
dibeli jumlahnya benar-benar sesuai/tepat.

Yang perlu diingat lagi, jangan isi bensin jika ada truk bahan bakar
sedang mengisi tanki penyimpanan
hampir pasti bensin/solar akan teraduk saat bahan bakar dipompakan dari truck ke tanki
penyimpanan, dan kemungkinannya akan ada kotoran di dasar tanki penyimpanan yang teraduk
naik dan terikut masuk ke tanki kendaraan anda.

Saya berharap hal ini akan menolong anda untuk mendapatkan nilai yang maksimal dari rupiah
yang anda gunakan untuk membeli bensin.

Read Full Post »